Langsung ke konten utama

Salah Paham Moderasi Beragama

Moderat adalah sebuah kata yang sering disalahpahami dalam konteks beragama di Indonesia. Tidak sedikit masyarakat yang beranggapan bahwa seseorang yang bersikap moderat dalam beragama berarti tidak teguh pendiriannya, tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh dalam mengamalkan ajaran agamanya. Moderat disalahpahami sebagai kompromi keyakinan teologis beragama dengan pemeluk agama lain. (Hal 12)

Seorang yang moderat seringkali dicap tidak paripurna dalam beragama, karena dianggap tidak menjadikan keseluruhan ajaran agama sebagai jalan hidup, serta tidak menjadikan laku pemimpin agamanya sebagai teladan dalam seluruh aspek kehidupan. Umat beragama yang moderat juga sering dianggap tidak sensitif, tidak memiliki kepedulian, atau tidak memberikan pembelaan ketika, misalnya, simbol-simbol agamanya direndahkan.

Anggapan keliru lain yang lazim berkembang di kalangan masyarakat adalah bahwa berpihak pada nilai-nilai moderasi dan toleransi dalam beragama sama artinya dengan bersikap liberal dan mengabaikan norma-norma dasar yang sudah jelas tertulis dalam teks-teks keagamaan, sehingga dalam kehidupan keagamaan di Indonesia, mereka yang beragama secara moderat sering dihadap-hadapkan secara diametral dengan umat yang dianggap konservatif dan berpegang teguh pada ajaran agamanya.

Kesalahpahaman terkait makna moderat dalam beragama ini berimplikasi pada munculnya sikap antipati masyarakat yang cenderung enggan disebut sebagai seorang moderat, atau lebih jauh malah menyalahkan sikap moderat.

Namun, benarkah pemahaman moderat seperti itu? Dan benarkah bahwa bersikap moderat dalam beragama berarti menggadaikan keyakinan ajaran agama kita demi untuk menghargai keyakinan pemeluk agama lain?  (Hal 13)

Jawabannya tentu saja tidak! Moderat dalam beragama sama sekali bukan berarti mengompromikan prinsip-prinsip dasar atau ritual pokok agama demi untuk menyenangkan orang lain yang berbeda paham keagamaannya, atau berbeda agamanya. Moderasi beragama juga bukan alasan bagi seseorang untuk tidak menjalankan ajaran agamanya secara serius. Sebaliknya, moderat dalam beragama berarti
percaya diri dengan esensi ajaran agama yang dipeluknya, yang mengajarkan prinsip adil dan berimbang, tetapi berbagi kebenaran sejauh menyangkut tafsir agama.

Karakter moderasi beragama meniscayakan adanya keterbukaan, penerimaan, dan kerjasama dari masingmasing kelompok yang berbeda. Karenanya, setiap individu pemeluk agama, apa pun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan pemahaman keagamaan di antara mereka. Demikianlah, buku ini, selain ditulis untuk maksudmaksud yang telah dijelaskan di atas, juga bertujuan untuk mengklarifikasi andai masih ada salah paham tentang makna moderat dalam beragama. (Hal 14)


Referensi:

Tim Penyusun Kementerian Agama RI. 2019. MODERASI BERAGAMA.  Jakarta Pusat : Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Gedung Kementerian Agama RI.

Cetakan Pertama, Oktober 2019


Dikutip dari Buku Moderasi Beragama. Isi dari Tulisan Ini Tidak Menguba Tulisan dalam Buku Asli.

MODERASI BERAGAMA
Copyright 2019 oleh Kementerian Agama RI
Diterbitkan oleh:
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Gedung Kementerian Agama RI
Jl.MH. Thamrin No.6 Lt. 2 Jakarta Pusat
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Cetakan Pertama, Oktober 2019
Tim Penyusun Kementerian Agama RI
Katalog Dalam Terbitan
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Moderasi Beragama / oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
Republik Indonesia.
- Cet. Pertama. - Jakarta: Kementerian Agama RI, 2019.
xiv, 162 hlm; 21 cm
1. Moderasi Beragama


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prinsip Dasar Moderasi Beragama: Adil dan Berimbang

Salah satu prinsip dasar dalam moderasi beragama adalah selalu menjaga keseimbangan di antara dua hal, misalnya keseimbangan antara akal dan wahyu, antara jasmani dan rohani, antara hak dan kewajiban, antara kepentingan individual dan kemaslahatan komunal, antara keharusan dan kesukarelaan, antara teks agama dan ijtihad tokoh agama, antara gagasan ideal dan kenyataan, serta keseimbangan antara masa lalu dan masa depan. Begitulah, inti dari moderasi beragama adalah adil dan berimbang dalam memandang, menyikapi, dan mempraktikkan semua konsep yang berpasangan di atas. Dalam KBBI, kata “adil” diartikan: 1) tidak berat sebelah/tidak memihak; 2) berpihak kepada kebenaran; dan 3) sepatutnya/ tidak sewenang-wenang. Kata “wasit” yang merujuk pada seseorang yang memimpin sebuah pertandingan, dapat dimaknai dalam pengertian ini, yakni seseorang yang tidak berat sebelah, melainkan lebih berpihak pada kebenaran. Prinsip yang kedua, keseimbangan, adalah istilah untuk menggambarkan cara p

Pengertian dan Batasan Moderasi Beragama

Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin moderĂ¢tio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian kata moderasi, yakni: 1. n pengurangan kekerasan, dan 2. n penghindaran keekstreman. Jika dikatakan, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem. Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam pengertian average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non-aligned (tidak berpihak). Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara. (Hal 15) Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tenga

Moderasi di Antara Ekstrem Kiri dan Ekstrem Kanan

Sebagian tulisan tentang moderasi beragama seringkali hanya fokus menempatkan gerakan moderasi sebagai solusi untuk menangani masalah konservatisme beragama, atau yang sering disebut sebagai ekstrem kanan. Ini menggambarkan pemahaman yang belum utuh tentang moderasi beragama, karena sesungguhnya moderasi beragama tidak hanya bertujuan untuk menengahi mereka yang cenderung memiliki pemahaman keagamaan yang ultra-konservatif, melainkan juga kelompok yang memiliki cara pandang, sikap, dan perilaku beragama yang liberal, atau yang sering disebut sebagai ekstrem kiri. Kebasen adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan Kebasen berjarak 23 Km berkendara dari ibukota Kabupaten Banyumas yaitu Purwokerto melalui Kecamatan Patikraja. Kecamatan Kebasen termasuk kecamatan yang ramai karena merupakan pertemuan jalan nasional lintas selatan dan tengah yang menghubungkan wilayah Jawa Barat dan Pantura . Baik ekstrem kiri maupun ekstrem kanan, kedua