Langsung ke konten utama

Postingan

Pelembagaan dan Implementasi Moderasi Beragama

Postingan terbaru

Sosialisasi Narasi Moderasi Beragama

Sosialisasi gagasan dan narasi moderasi beragama bagi sebanyak mungkin khalayak dilakukan untuk membangun kesadaran bersama masyarakat Indonesia atas pentingnya memiliki cara pandang, sikap, dan perilaku beragama jalan tengah. Berbagai bentuk sosialisasi ini diarahkan untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan moderasi beragama, mengapa perlu moderasi beragama, serta bagaimana cara mengimplementasikannya dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam konteks Indonesia, khususnya dalam ruang lingkup Kementerian Agama, sosialisasi moderasi beragama ini mulai dilakukan secara sistematis, setidaknya sejak awal Lukman Hakim Saifuddin menjabat kembali sebagai Menteri Agama pada masa Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.  Image: _el_alef Secara susbtantif, gagasan “jalan tengah” (the middle path) dalam beragama memang sudah pernah dikemukakan oleh Menteri Agama sebelumnya, seperti Tarmizi Taher, yang menerbitkan buku Aspiring for the Middle Path: Religius Harmo

Moderasi Beragama di Kementerian Agama

Sejarah berdirinya Kementerian Agama, dulu bernama Departemen Agama, terkait dengan kebijakan Jepang pada masa pendudukan. Selama penjajahan tiga setengah tahun (1942–1945) Jepang memperkenalkan Kantor Urusan Agama (Shumubu), sekaligus juga Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), dan karenanya memberi kesempatan kepada kaum Muslim untuk mewujudkan pelembagaan pertama bagi aspirasi mereka. Kementerian Agama yang berdiri pada tanggal 3 Januari 1946 adalah sebagai hasil desakan partai-partai politik Muslim. Dalam praktiknya, Kementerian Agama memberikan batasan tentang jaminan kebebasan beragama dengan membuat defenisi agama. Dari sudut pandang ini, Indonesia memberi pelajaran berharga dalam soal kebebasan beragama bahwa definisi mengenai apa yang bisa disebut “agama” berbeda-beda dalam berbagai tradisi keimanan dan pandangan etis. (Hal 107) Image: high_adventure_tours_pvt_ltd Pada tahun 1952, Kementerian Agama mendirikan badan khusus untuk melawan gerakan-gerakan keagamaan b

Strategi Penguatan Dan Implementasi Moderasi Beragama

Pada bagian-bagian sebelumnya telah dikemukakan dengan cukup mendalam tentang apa (what) yang dimaksud dengan moderasi beragama, dan mengapa (why) moderasi beragama penting dalam konteks kehidupan keagamaan di Indonesia. Bagian terakhir ini akan mengupas tentang bagaimana (how) strategi penguatan, pelembagaan, dan implementasi moderasi beragama, baik dalam kehidupan individu, keluarga, maupun bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Sebagai unit terkecil masyarakat dan tempat pendidikan pertama dan utama setiap warga bangsa, keluarga memiliki potensi yang sangat besar untuk menanamkan dan menyemai praktik moderasi beragama. Praktik moderasi beragama dengan semua tradisinya tidak dapat diandaikan terjadi begitu saja secara alamiah, melainkan harus disemai sejak nilai-nilai setiap individu warga bangsa dibentuk.  Sebagai pemegang mandat wewenang negara dalam hal keagamaan, sekaligus pengawal UU Perkawinan No 1/1974, Kementerian Agama wajib memperkuat praktik beragama yang modera

Moderasi Beragama di Era Disrupsi Digital

Kompleksitas kehidupan keagamaan saat ini menghadapi tantangan dan perubahan yang sangat ekstrem berbeda dengan masa-masa sebelumnya karena dunia sekarang tengah memasuki era disrupsi, sehingga dalam kehidupan keagamaan pun kita bisa menyebut adanya disrupsi beragama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata disrupsi didefinisikan sebagai “hal tercerabut dari akarnya”. Biasanya, disrupsi dikaitkan dengan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, yang kini memasuki revolusi industri digital 4.0. Era disrupsi mengakibatkan terjadinya perubahan radikal dalam semua aspek kehidupan, tak terkecuali bidang kehidupan keagamaan. Istilah disruptive technology ditandai dengan kemajuan teknologi informasi, komputasi, otomasi, dan robotisasi. Kondisi inilah yang kemudian melahirkan suatu perubahan radikal yang sangat cepat dan mengakibatkan efek domino yang luar biasa masif, ter­masuk dalam perilaku beragama. Internet juga mengubah pola perilaku beragama. (Hal 89) Ha

Moderasi Beragama untuk Nirkekerasan

Secara historis, visi moderasi (jalan tengah) dalam beragama bukan hal baru dalam sejarah Indonesia. Dari sisi kebijakan, misalnya, substansi visi moderasi beragama bisa dilihat dari terobosan-terobosan Kementerian Agama RI terkait kerukunan hidup umat beragama, seperti telah dikemukakan sebelumnya.  Bersandar pada gagasan 'Setuju dalam Ketidaksetujuan' misalnya, Kementerian Agama menerapkan kebijakan untuk mengajak umat beragama meyakini bahwa agama yang dipeluk, itulah yang paling baik. Kendati demikian, setiap umat beragama mengakui bahwa di antara agama yang satu dengan agama-agama lainnya memiliki dua sisi, perbedaan dan persamaan. Pengakuan ini akan mengantarkan pada sikap saling menghargai satu kelompok agama dengan kelompok agama lainnya. (Hal 85) Image: fofona2016 Selain itu, ada juga konsep Trilogi Kerukunan di Ke­menterian Agama, yang mengupayakan terciptanya tiga kerukunan, yakni: kerukunan intern umat beragama, kerukunan antarumat beragama, dan kerukun

Moderasi Beragama untuk Penguatan Toleransi Aktif

Moderasi beragama tidak dapat dipisahkan dari terma toleransi, atau toleran. Dari berbagai pembahasan terdahulu dapat dikemukakan bahwa moderasi beragama adalah proses, dan toleransi adalah hasil atau buah (outcome) jika moderasi diterapkan. Kata toleransi bisa diartikan kelapangan dada, dalam pengertian suka kepada siapa pun, membiarkan orang berpendapat atau berpendirian lain, tak mau mengganggu kebebasan berfikir dan berkeyakinan lain. Toleransi dalam konteks ini dapat dirumuskan sebagai satu sikap keterbukaan untuk mendengar pandangan yang berbeda, toleransi berfungsi secara dua arah yakni mengemukakan pandangan dan menerima pandangan dalam batas-batas tertentu namun tidak merusak keyakinan agama masing-masing. Hakikat toleransi terhadap agama-agama lain merupakan satu prasyarat yang utama bagi terwujudnya kerukunan nasional. Sementara itu kerukunan nasional merupakan pilar bagi terwujudnya pembangunan nasional. Melalui sikap toleran dan saling menghargai secara substantif ant